Minggu, 10 Maret 2013

EPINEFRIN

EPINEFRIN
FARMAKODINAMIK


Pada umumnya, pemberian Epinefrin menimbulkan efek mirip stimiulasi saraf adrenergik. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmiter pada saraf adrenergik adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.
Kardiovaskular
Pembuluh darah.
Efek vaskular Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor α oleh Epinefrin. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseplor β2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada Epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseplor. Dominasi reseptor α menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekana darah, pada waktu kadar Epinefrin menurun, efek terhadap re¬septor α yang kurang sensitif lebih dulu menghilang.
Efek Epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini, dan menyebab hipotensi sekunder pada pemberian Epinefrin secara sistemik. Jika sebelum Epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor a, maka pemberian Epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasl dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal. Suatu kenaikan tekanan darah yang tidak betitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan tekanan darah ini; kenaikan yang selintas ini akibat stimulasi jantung oleh Epinefrin.
Pada manusia, pemberian Epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K, dan Cl berkurang; volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah.
Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh Epinefrin. Meskipun terjadi konstriksi pem¬buluh darah paru. redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena-vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis Epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena udem paru.
Arteri koroner
Epinefrin meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak Epinefrin cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung, dan karena vaso-konstriksi pembuluh darah koroner akibat efek reseptor α. Di lain pihak Epinefrin memperpanjang waktu diastolik, meningkatkan tekanan darah aorta, dan menyebabkan dilepaskannya adenosin, suatu metabolit yang bersifat vasodilator, akibat peningkatan kontraksi jantung dan konsumsi oksigen miokard; semuanya ini akan meningkatkan aliran darah koroner. Autoregulasi metabolik merupakan faktor yang dominan, sehingga hasil akhirnya adalah vasodilatasi dan peningkatan aliran darah koroner. Tetapi, efek Epinefrin ini tidak dapat dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard, karena manfaat pening¬katan aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya kerja miokard akibat perangsangan langsung oleh Epinefrin.
Jantung
Epinefrin mengaktivasi reseptor ß1 di otot jan¬tung, sel pacu jantung dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif Epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sinoatrial (SA) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rata pacu jantung dan merangsang pembentukan fokus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA, Epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaring¬an konduksi, mulai dari atrium ke nodus atrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat Purkinje sampai ke ventrikel. Epinefrin juga mengurangi blokade AV yang terjadi akibat penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain Itu Epinefrin memperpendek pe¬riode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jan¬tung lainnya.
Epinefrin memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran tisiologis, Epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolik. Akibatnya. curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat ber¬tambah, sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen) berkurang. Dosis Epinefrin yang berlebih di samping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi, juga menimbul¬kan kontraksi ventrikel prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi ventrikel.
Tekanan darah
Pemberian Epinefrin IV dengan cepat menimbulkan kenaikan tekanan da¬rah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis. Kenaikan sistolik lebih besar dari¬pada kenaikan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar. Tekanan darah kemudian turun sampai di bawah normal sebelum kembali pada tekanan semula. Kenaikan tekanan darah disebabkan oleh perangsangan jantung dan terutama oleh konstriksi arteriol kulit, mukosa dan ginjal, serta konstriksi vena. Denyut nadi mula-mula bertambah cepat, ke¬mudian dapat menjadi sangat lambat pada waktu tekanan darah mencapai puncaknya karena pengaruh kompensasi vagal. Turunnya tekanan darah di bawah normal yang ditimbulkan oleh dosis kecil, atau oleh dosis besar padafase akhir, adalah akibat aktivasi hanya reseptor β2.
Pemberian Epinefrin pada manusia secara SK atau secara IV dengan lambat menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan tekan¬an diastolik. Tekanan nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) jarang sekali menunjukkan kenaikan yang besar. Resistensi perifer berkurang akibat kerja Epinefrin pada reseptof β2 di pembuluh darah otot rangka. di mana aliran darah bertambah. Karena kenaikan tekanan darah tidak begitu besar, refleks kompensasi vagal yang melawan efek langsung Epinefrin terhadap janlung juga tidak begitu kuat. Dengan demikian, denyut jantung, curah jantung, curah sekuncup dan kerja ventrikel meningkat akibat stimulasi langsung pada jantung dan peningkatan aliran balik vena (venous return). Biasanya efek vasodilatasi Epinefrin mendominasi sirkulasi; kenaikan tekanan sistolik terutama disebabkan oleh peningkatan curah jantung.
Otot polos
Efek Epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor adrenergik pada otot polos yang bersangkutan.
Saluran cerna
Melalui reseptor α dan β2, Epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang. Reseptor α1 dan β2 terdapat pada membran sel otot polos sedangkan reseptor β2 pada membran saraf mienterik kolinergik. Aktivasi resep¬tor β2 menyebabkan hambatan penglepasan ACh. Pada stingier pilorus dan ileosekal, Epinefrin menimbulkan konlraksi melalui aktivasi reseptor α1.
Uterus
Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responsnya terhadap Epinefrin berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang diberikan. Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus, Epinefrin menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor p2l efek ini tidak mempunyai arti klinis karena singkat dan disertai efek kardiovaskular. Tetapi β2-agonis yang lebih selektif seperti ritodrin atau terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran prematur.
Kandung kemih
Epinefrin menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor β2 dan kontraksi otot trigon dan sfingter melalui reseptor α1, sehingga dapat menimbulkan kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Pernafasan
Epinefrin mempengaruhi pernapasan ter¬utama dengan cara merelaksasi otot bronkus mela¬lui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat (SRS-A), dan lain-lain. Di sini Epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma, Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1.
Susunan Saraf Pusat
Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSP yang kuat karena obat ini relatif polar sehingga sukar masuk SSP. Tetapi pada banyak orang Epinefrin dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor; sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskular.
Proses metabolik
Epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor β2; glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor 0.2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor yang menstimulasi sekresi insulin. Selain itu Epinefrin menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin. Akibatnya, terjadi peningkatan kadar glukosa dan laklat dalam darah, dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor β3 meningkatkan aktivitas lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya, kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat.
Efek kalorigenik Epinefrin terlihat sebagai pening¬katan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Suhu badan sedikit meningkat, hal ini antara lain disebabkan vasokonstriksi di kulit.
Kelenjar
Efek Epinefrin terhadap berbagal ketenjar tidak nyata; kebanyakan kelenjar mengalami penghambatan sekresi, sebagian disebabkan berkurangnya aliran darah akibat vasokonstriksi. Epinefrin merangsang sekresi air mata dan sedikit sekresi mukus dari kelenjar ludah. Aktivitas pilomotor tidak timbul setelah pemberian Epinefrin secara sistemik, tetapi timbul setelah penyuntikan intradermal larutan Epinefrin atau NE yang sangat encer; demikian juga dengan pengeluaran keringat dari kelenjar keringat apokrin di telapak tangan dan beberapa tempat lain (adrenergic sweating). Efek-efek ini dihambat oleh α-bloker.
Mata
Midriasis mudah terjadi pada perangsangan simpatis letapi tidak bila Epinefrin diteteskan pada konyungtiva mata normal. Tetapi, Epinefrin biasanya menurunkan tekanan intraokuler yang normal maupun pada penderita glaukoma sudut lebar. Timbulnya efek Ini mungkin karena berkurangnya pembentukan cairan mata akibat vasokonstriksi dan karena bertambahnya aliran ke luar. Anehnya, timbul suatu β-bloker, juga mengurangi tekanan intrao¬kuler dan efektif untuk pengobatan glaukoma.
Otot rangka
Epinefrin tidak langsung merangsang otot rangka, tetapi melalui aktivasi reseptor α dan β pada ujung saraf somatik, Epinefrin meningkatkan influks Ca++ (reseptor α) dan meningkatkan kadar siklik AMP intrasel freseptor β) sehingga meningkatkan penglepasan neurotransmitor ACh pada setiap impuls dan terjadi fasilitasi transmisi saraf-otot. Hal ini ter¬jadi terutama setelah stimulasi saraf somatik yang terus-menerus. Epinefrin dan β-agonis memperpendek masa aktif otot merah yang kontraksinya lambat (dengan mempercepat sekuestrasi Ca++ dalam sitoplasma) sehingga stimulasi saraf pada kecepatan fisiologis menyebabkan kontraksi otot yang terjadi tidak bergabung dengan sempurna dan den¬gan demikian kekuatan kontraksinya berkurang. Efek ini disertai dengan peningkatan aktivitas listrik dari otot (akibat aktivasi reseptor β) sehingga me¬nyebabkan terjadinya tremor yang merupakan efek samping pada penggunaan β2-agonis sebagai bronkodilator.
Pembekuan darah
Epinefrin mempercepat pembekuan darah. Mekanismenya diduga melalui peningkatan aktivitas faktor V.

3.1 FARMAKOKINETIK
ABSORPSI. Pada pemberian oral, Epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi lokal. dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pembecian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan Ekskresi. Epinefrin stabil dalam darah. Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epinefrin mengalami biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan MAO. kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan/atau konjugasi, menja¬di metanefrin, asam 3-meloksi-4-hidroksimandelat. 3-metoksi-4-htdroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit-metabolit ini bersama Epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah Epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada penderita feokromositoma, urin mengandung Epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.

3.2 INTOKSIKASI, EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Penberian Epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang. nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemart. pusing, pucat, sukar bernapas dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan cepat setelah istirahat. Pen¬derita hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek-efek tersebut di atas maupun terhadap efek "pada sistem kardiovaskular. Pada penderita psikoneurotik, Epinefrin memperberat gejala-gejalanya.
Dosis Epinefrin yang besar atau penyuntikan IV cepat yang tidak disengaja dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah yang hebat. Bahkan penyuntikan SK 0,5 ml larutan 1 : 1000 dapat menimbulkan perdarahan subaraknoid dan hemiplegia. Untuk mengatasinya, dapat diber-kan vasodilator yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitroprusid; α-bloker mungkin juga berguna.
Epinefrin dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel bila terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama terjadi bila Epinefrin diberikan sewaktu anestesia dengan hidrokarbon berhalogen, atau pada penderita penyakit jantung organik. Pada penderita asma bronkial yang sudah lama dan menderita emfisema yang sudah mencapai usia di mana penya¬kit jantung degeneratif sering terdapat, pemberian Epinefrin harus sangat hati-hati. Pada penderita syok, Epinefrin dapat memperberat penyebab dari syok.Pada pen¬derita angina pektoris, Epinefrin mudah menimbulkan serangan karena obat ini meningkatkan kerja jan¬tung sehingga memperberat kekurangan akan kebutuhan oksigen.
Epinefrin dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat α-bloker nonselektif, karena kerjanya yang tidak berimbang pada reseptor α pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.

3.3 PENGGUNAAN KLINIS
Manfaat Epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah, jantung dan otol polos bronkus. Penggunaan paling sering ialah untuk menghilangkan sesak napas akibat bronkokonstriksi, untuk mengalasi reaksi hipersensitivitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan unluk memperpanjang masa kerja anestetik lokal. Epinefrin juga dapat digunakan untuk merangsang jantung pada waktu henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal obat ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.

3.4 POSOLOGI DAN SED1AAN
Epinefrinnefrin adalah isorner I.
Suntikan epinefrinnefrin adalah larutan steril 1 : 1.000 Epinefrin HCI dalam air untuk penyuntikan SK; ini digunakan untuk mengatasl syok anafilaktik dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar antara 0.2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larut¬an 1 : 1.000). Untuk penyuntikan IV, yang jarang dilakukan, larutan Ini harus diencerkan lagi dan harus disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya jarang sampai 0,25 mg, kecuali pada hentl jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan tiap 5 menu. Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi dalam keadaan darurat (0,3-0,5 mg).
Inhalasi epinefrin adalah larutan tidak steril 1 % Epinefrin HCI atau 2% Epinefrin bitartrat dalam air untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk menghilangkan bronkokonstriksi.
Epinefrin teles mata adalah larutan 0,1-2% Epinefrin HCI, 0,5-2% Epinefrin borat dan 2% Epinefrin bitartrat.

ADRENERGIK LAIN
Di sini akan dibicarakan bersama berbagai obat adrenergik yang lain. Obat adrenergik yang termasuk katekolamin (epinefrin, norepinefrin, Isopro-terenol, dopamin) pada umumnya menimbulkan efek adrenergik melalui kerja langsung pada reseptor adrenergik.
Obat adrenergik nonkatekolamin (amfetamin, efedrin, fenilefrin), efeknya sebagian melalui penglepasan NE endogen, dan sebagian lagi akibat kerja langsung pada reseptor adrenergik. Perbandingan antara kerja langsung dan kerja tidak langsung pada berbagai nonkatekol¬amin sangat bervariasi, tergantung dari obatnya, jaringannya, dan spesiesnya.
Karena efek NE pada reseptor α dan β1 lebih nyata daripada efeknya pada reseptor β2, maka nonkatekolamin yang kerjanya terutama melalui penglepasan NE juga menunjukkan efek reseptor α dan efek jantung yang lebih nyata. Tetapi karena banyak nonkatekolamin juga mempunyai kerja langsung pada reseptor adrenergik, maka tergan¬tung pada sifat kerja langsung ini dan pada perbandingannya terhadap kerja yang tidak langsung, non¬katekolamin dapat saja mempunyai efek yang berbeda dari efek NE. Misalnya : efedrin mempunyai efek β2 yang hampir tidak dipunyai NE; fenilefrin, yang terutama bekerja langsung, tidak mempunyai efek β1 dari NE.
Berbeda dengan katekolamin, kebanyakan nonkatekolamin dapat diberikan secara oral, dan banyak di antaranya mempunyai masa kerja yang cukup lama. Hal ini disebabkan selain oleh resistensi obat-obat ini terhadap COMT dan MAO, juga karena diberikannya dalam jumlah yang relatif besar. Berbeda dengan katekolamin yang sukar sekali melewati sawar darah-otak, fenilisopropilamin (amfetamin dan metamietamin) melewatinya dengan mudah dan ditemukan dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis dalam kadar yang tinggi. Hal Ini merupakan salah satu sebab bagi efek sentralnya yang relatif kuat.
Penderita yang sedang diobati dengan penghambat MAO tidak boleh diberi nonkatekolamin atau makan makanan yang beragi, seperti keju, bir dan anggur. Makanan beragi mengandung banyak tiramin yang biasanya dirusak oleh MAO di dinding usus dan hati sehingga tidak pernah mencapai sirkulasi sistemik. Dengan adanya penghambat MAO, tiramin dalam jumlah besar mencapai sirkulasi sis-temik dan melepaskan NE yang sama banyaknya dari ujung saraf adrenergik, akibatnya dapat terjadi krisis hipertensl. Obat adrenergik yang resisten ter¬hadap MAO sekalipun jangan diberikan bersama penghambat MAO karena yang terakhir ini akan memperkuat efek NE endogen yang dilepaskan oleh obat tadi.
Efedrin.
Efedrin adalah alkoloid yang terdapat dalam tubuhan jenis Efedra. Efek farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek epinefrin. Perbedaannya ialah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi dipelrukan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis Epinefrin.
Seperti halnya dengan Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, β1 dan β2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pengelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takfilaksis terhadap efek perifernya. Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik.
Efek kardiovakskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, totak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.
Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh Epinefrin. Penetesan larutan efedrin pada mata menimbulkan midriasi. Refleks cahaya, daya akomodasi, dan tekanan intraokular tidak berubah. Aktivitas uterus biasanya dikurangi oleh efedrin; efek ini dapat di manfaatkan pada dismenore.
Efedrin kurang efektif dalam meningkatkan kadar gula darah dibandingkan dengan Epinefrin. Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamin tetapi lebih lemah.
Efek samping pada penggunaan efedrin serupa dengan efek samping epinefrin, dengan tambahan efek sentral efedrin. Insomnia, yang sering terjadi pada pengobatan kronik, mudah di atasi dengan pemberian sedatif. Perhatian pada penggunaan obat ini sama dengan pada epinefrinnefrin dan amfetamin.
Hipotensi yang menyebabkan perfusiorgan-organ vital tidak mencukupi dan bukan karena perdarahan, merupakan indikasi penggunaan obat adrenergik yang kerjanya terutama pada reseptor α. Misalnya, untuk hipotensi akibat dosis berlebih obat anthipertensi, atau untukhipotensi selama anestesia spinal yang mengganggu aktivasi spimpatis. Untuk tujuan ini dugunakan metoksamin, fenilefrin, mefentermin atau metaraminol IV atau infus yang dititrasi sesuai dengan tekanan darah penderita.
Untuk hipotensi karena anestesia umum dengan siklolpropan, halotan, atau anestetik lain yang menimbulkan sensitisasi jantung terhadap aritemia oleh amin simpatomimetik, harus dipilih obat adrenergik yang hampir tidak mempunyai khasiat stimulasi jantung seperti metoksamin. Fenilefrin, yang mempunyai khasiat stimulasi jantung yang lemah, juga dapat menimbulkan aritmia ventrikuler.
Hipotensi akibat perdarahan akut dapat diobati secara darurat dengan obat adrenergik. Kenaikan tekanan darah diperlukan untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan jantung sementara menunggu tindakan untuk menambah volume darah.
Pada hipotensi pastural kronik akibat gangguan fugnsi sistem saraf otonom, dapat diberikan pengobatan oral dengan efedrin atau vasopresor adrenergik lain yang kerjanya panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar