EPINEFRIN
FARMAKODINAMIK
Pada umumnya, pemberian Epinefrin
menimbulkan efek mirip stimiulasi saraf adrenergik. Ada beberapa
perbedaan karena neurotransmiter pada saraf adrenergik adalah NE. Efek
yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh
darah dan otot polos lain.
Kardiovaskular
Pembuluh darah.
Efek
vaskular Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter
prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh
darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi
reseptor α oleh Epinefrin. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi
oleh Epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseplor β2 yang mempunyai
afinitas lebih besar pada Epinefrin dibandingkan dengan reseptor α.
Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseplor. Dominasi
reseptor α menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat
peningkatan tekana darah, pada waktu kadar Epinefrin menurun, efek
terhadap re¬septor α yang kurang sensitif lebih dulu menghilang.
Efek
Epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini,
dan menyebab hipotensi sekunder pada pemberian Epinefrin secara
sistemik. Jika sebelum Epinefrin telah diberikan suatu penghambat
reseptor a, maka pemberian Epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasl dan
penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal. Suatu
kenaikan tekanan darah yang tidak betitu jelas mungkin timbul sebelum
penurunan tekanan darah ini; kenaikan yang selintas ini akibat stimulasi
jantung oleh Epinefrin.
Pada manusia, pemberian Epinefrin dalam
dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan
konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah
otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan
darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi
aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K, dan Cl berkurang;
volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah.
Tekanan
darah arteri maupun vena paru meningkat oleh Epinefrin. Meskipun terjadi
konstriksi pem¬buluh darah paru. redistribusi darah yang berasal dari
sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena-vena besar juga berperan
penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis Epinefrin
yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena udem paru.
Arteri koroner
Epinefrin
meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak Epinefrin cenderung
menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vaso-konstriksi pembuluh darah
koroner akibat efek reseptor α. Di lain pihak Epinefrin memperpanjang
waktu diastolik, meningkatkan tekanan darah aorta, dan menyebabkan
dilepaskannya adenosin, suatu metabolit yang bersifat vasodilator,
akibat peningkatan kontraksi jantung dan konsumsi oksigen miokard;
semuanya ini akan meningkatkan aliran darah koroner. Autoregulasi
metabolik merupakan faktor yang dominan, sehingga hasil akhirnya adalah
vasodilatasi dan peningkatan aliran darah koroner. Tetapi, efek
Epinefrin ini tidak dapat dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard,
karena manfaat pening¬katan aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya
kerja miokard akibat perangsangan langsung oleh Epinefrin.
Jantung
Epinefrin
mengaktivasi reseptor ß1 di otot jan¬tung, sel pacu jantung dan
jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik
positif Epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase
4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sinoatrial
(SA) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rata
pacu jantung dan merangsang pembentukan fokus ektopik dalam ventrikel.
Dalam nodus SA, Epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke
sel yang mempunyai firing rate lebih cepat.
Epinefrin mempercepat
konduksi sepanjang jaring¬an konduksi, mulai dari atrium ke nodus
atrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat Purkinje sampai
ke ventrikel. Epinefrin juga mengurangi blokade AV yang terjadi akibat
penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain Itu Epinefrin memperpendek
pe¬riode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jan¬tung lainnya.
Epinefrin
memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat
denyut jantung dalam kisaran tisiologis, Epinefrin memperpendek waktu
sistolik tanpa mengurangi waktu diastolik. Akibatnya. curah jantung
bertambah, tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat ber¬tambah,
sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan dengan pemakaian
oksigen) berkurang. Dosis Epinefrin yang berlebih di samping menyebabkan
tekanan darah naik sangat tinggi, juga menimbul¬kan kontraksi ventrikel
prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi
ventrikel.
Tekanan darah
Pemberian Epinefrin IV dengan cepat
menimbulkan kenaikan tekanan da¬rah yang cepat dan berbanding langsung
dengan besarnya dosis. Kenaikan sistolik lebih besar dari¬pada kenaikan
diastolik, sehingga tekanan nadi membesar. Tekanan darah kemudian turun
sampai di bawah normal sebelum kembali pada tekanan semula. Kenaikan
tekanan darah disebabkan oleh perangsangan jantung dan terutama oleh
konstriksi arteriol kulit, mukosa dan ginjal, serta konstriksi vena.
Denyut nadi mula-mula bertambah cepat, ke¬mudian dapat menjadi sangat
lambat pada waktu tekanan darah mencapai puncaknya karena pengaruh
kompensasi vagal. Turunnya tekanan darah di bawah normal yang
ditimbulkan oleh dosis kecil, atau oleh dosis besar padafase akhir,
adalah akibat aktivasi hanya reseptor β2.
Pemberian Epinefrin pada
manusia secara SK atau secara IV dengan lambat menyebabkan kenaikan
tekanan sistolik yang sedang dan penurunan tekan¬an diastolik. Tekanan
nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean arterial
pressure) jarang sekali menunjukkan kenaikan yang besar. Resistensi
perifer berkurang akibat kerja Epinefrin pada reseptof β2 di pembuluh
darah otot rangka. di mana aliran darah bertambah. Karena kenaikan
tekanan darah tidak begitu besar, refleks kompensasi vagal yang melawan
efek langsung Epinefrin terhadap janlung juga tidak begitu kuat. Dengan
demikian, denyut jantung, curah jantung, curah sekuncup dan kerja
ventrikel meningkat akibat stimulasi langsung pada jantung dan
peningkatan aliran balik vena (venous return). Biasanya efek
vasodilatasi Epinefrin mendominasi sirkulasi; kenaikan tekanan sistolik
terutama disebabkan oleh peningkatan curah jantung.
Otot polos
Efek Epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor adrenergik pada otot polos yang bersangkutan.
Saluran cerna
Melalui
reseptor α dan β2, Epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran
cerna pada umumnya tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang.
Reseptor α1 dan β2 terdapat pada membran sel otot polos sedangkan
reseptor β2 pada membran saraf mienterik kolinergik. Aktivasi resep¬tor
β2 menyebabkan hambatan penglepasan ACh. Pada stingier pilorus dan
ileosekal, Epinefrin menimbulkan konlraksi melalui aktivasi reseptor α1.
Uterus
Otot
polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responsnya terhadap
Epinefrin berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang
diberikan. Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus, Epinefrin
menghambat tonus dan kontraksi uterus melalui reseptor p2l efek ini
tidak mempunyai arti klinis karena singkat dan disertai efek
kardiovaskular. Tetapi β2-agonis yang lebih selektif seperti ritodrin
atau terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran prematur.
Kandung kemih
Epinefrin
menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor β2 dan kontraksi
otot trigon dan sfingter melalui reseptor α1, sehingga dapat menimbulkan
kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Pernafasan
Epinefrin
mempengaruhi pernapasan ter¬utama dengan cara merelaksasi otot bronkus
mela¬lui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah
ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester
kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi
lambat (SRS-A), dan lain-lain. Di sini Epinefrin bekerja sebagai
antagonis fisiologik. Pada asma, Epinefrin juga menghambat penglepasan
mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor β2, serta
mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1.
Susunan Saraf Pusat
Epinefrin
pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSP yang kuat karena
obat ini relatif polar sehingga sukar masuk SSP. Tetapi pada banyak
orang Epinefrin dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala
dan tremor; sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskular.
Proses metabolik
Epinefrin
menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui
reseptor β2; glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian
glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka
tidak, sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam
laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin akibat
dominasi aktivasi reseptor 0.2 yang menghambat, terhadap aktivasi
reseptor yang menstimulasi sekresi insulin. Selain itu Epinefrin
menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh jaringan perifer,
sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin. Akibatnya, terjadi
peningkatan kadar glukosa dan laklat dalam darah, dan penurunan kadar
glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi
reseptor β3 meningkatkan aktivitas lipase trigliserida dalam jaringan
lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Akibatnya, kadar asam lemak bebas dalam darah
meningkat.
Efek kalorigenik Epinefrin terlihat sebagai pening¬katan
pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi.
Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang
menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Suhu badan sedikit
meningkat, hal ini antara lain disebabkan vasokonstriksi di kulit.
Kelenjar
Efek
Epinefrin terhadap berbagal ketenjar tidak nyata; kebanyakan kelenjar
mengalami penghambatan sekresi, sebagian disebabkan berkurangnya aliran
darah akibat vasokonstriksi. Epinefrin merangsang sekresi air mata dan
sedikit sekresi mukus dari kelenjar ludah. Aktivitas pilomotor tidak
timbul setelah pemberian Epinefrin secara sistemik, tetapi timbul
setelah penyuntikan intradermal larutan Epinefrin atau NE yang sangat
encer; demikian juga dengan pengeluaran keringat dari kelenjar keringat
apokrin di telapak tangan dan beberapa tempat lain (adrenergic
sweating). Efek-efek ini dihambat oleh α-bloker.
Mata
Midriasis
mudah terjadi pada perangsangan simpatis letapi tidak bila Epinefrin
diteteskan pada konyungtiva mata normal. Tetapi, Epinefrin biasanya
menurunkan tekanan intraokuler yang normal maupun pada penderita
glaukoma sudut lebar. Timbulnya efek Ini mungkin karena berkurangnya
pembentukan cairan mata akibat vasokonstriksi dan karena bertambahnya
aliran ke luar. Anehnya, timbul suatu β-bloker, juga mengurangi tekanan
intrao¬kuler dan efektif untuk pengobatan glaukoma.
Otot rangka
Epinefrin
tidak langsung merangsang otot rangka, tetapi melalui aktivasi reseptor
α dan β pada ujung saraf somatik, Epinefrin meningkatkan influks Ca++
(reseptor α) dan meningkatkan kadar siklik AMP intrasel freseptor β)
sehingga meningkatkan penglepasan neurotransmitor ACh pada setiap impuls
dan terjadi fasilitasi transmisi saraf-otot. Hal ini ter¬jadi terutama
setelah stimulasi saraf somatik yang terus-menerus. Epinefrin dan
β-agonis memperpendek masa aktif otot merah yang kontraksinya lambat
(dengan mempercepat sekuestrasi Ca++ dalam sitoplasma) sehingga
stimulasi saraf pada kecepatan fisiologis menyebabkan kontraksi otot
yang terjadi tidak bergabung dengan sempurna dan den¬gan demikian
kekuatan kontraksinya berkurang. Efek ini disertai dengan peningkatan
aktivitas listrik dari otot (akibat aktivasi reseptor β) sehingga
me¬nyebabkan terjadinya tremor yang merupakan efek samping pada
penggunaan β2-agonis sebagai bronkodilator.
Pembekuan darah
Epinefrin mempercepat pembekuan darah. Mekanismenya diduga melalui peningkatan aktivitas faktor V.
3.1 FARMAKOKINETIK
ABSORPSI.
Pada pemberian oral, Epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena
sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada
dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat
terjadi karena vasokonstriksi lokal. dapat dipercepat dengan memijat
tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan
IM. Pada pembecian lokal secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada
saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila
digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan Ekskresi. Epinefrin stabil
dalam darah. Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam hati yang
banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga
dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epinefrin mengalami
biotransformasi, mula-mula oleh COMT dan MAO. kemudian terjadi oksidasi,
reduksi dan/atau konjugasi, menja¬di metanefrin, asam
3-meloksi-4-hidroksimandelat. 3-metoksi-4-htdroksifeniletilenglikol, dan
bentuk konjugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit-metabolit ini bersama
Epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal,
jumlah Epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada penderita
feokromositoma, urin mengandung Epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar
bersama metabolitnya.
3.2 INTOKSIKASI, EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Penberian
Epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, khawatir,
gelisah, tegang. nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemart. pusing,
pucat, sukar bernapas dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan
cepat setelah istirahat. Pen¬derita hipertiroid dan hipertensi lebih
peka terhadap efek-efek tersebut di atas maupun terhadap efek "pada
sistem kardiovaskular. Pada penderita psikoneurotik, Epinefrin
memperberat gejala-gejalanya.
Dosis Epinefrin yang besar atau
penyuntikan IV cepat yang tidak disengaja dapat menimbulkan perdarahan
otak karena kenaikan tekanan darah yang hebat. Bahkan penyuntikan SK 0,5
ml larutan 1 : 1000 dapat menimbulkan perdarahan subaraknoid dan
hemiplegia. Untuk mengatasinya, dapat diber-kan vasodilator yang
kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitroprusid; α-bloker
mungkin juga berguna.
Epinefrin dapat menimbulkan aritmia ventrikel.
Fibrilasi ventrikel bila terjadi, biasanya bersifat fatal; ini terutama
terjadi bila Epinefrin diberikan sewaktu anestesia dengan hidrokarbon
berhalogen, atau pada penderita penyakit jantung organik. Pada penderita
asma bronkial yang sudah lama dan menderita emfisema yang sudah
mencapai usia di mana penya¬kit jantung degeneratif sering terdapat,
pemberian Epinefrin harus sangat hati-hati. Pada penderita syok,
Epinefrin dapat memperberat penyebab dari syok.Pada pen¬derita angina
pektoris, Epinefrin mudah menimbulkan serangan karena obat ini
meningkatkan kerja jan¬tung sehingga memperberat kekurangan akan
kebutuhan oksigen.
Epinefrin dikontraindikasikan pada penderita yang
mendapat α-bloker nonselektif, karena kerjanya yang tidak berimbang pada
reseptor α pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat dan
perdarahan otak.
3.3 PENGGUNAAN KLINIS
Manfaat Epinefrin dalam
klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah, jantung dan otol
polos bronkus. Penggunaan paling sering ialah untuk menghilangkan sesak
napas akibat bronkokonstriksi, untuk mengalasi reaksi hipersensitivitas
terhadap obat maupun alergen lainnya, dan unluk memperpanjang masa kerja
anestetik lokal. Epinefrin juga dapat digunakan untuk merangsang
jantung pada waktu henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal obat
ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.
3.4 POSOLOGI DAN SED1AAN
Epinefrinnefrin adalah isorner I.
Suntikan
epinefrinnefrin adalah larutan steril 1 : 1.000 Epinefrin HCI dalam air
untuk penyuntikan SK; ini digunakan untuk mengatasl syok anafilaktik
dan reaksi-reaksi hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar
antara 0.2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larut¬an 1 : 1.000). Untuk penyuntikan IV,
yang jarang dilakukan, larutan Ini harus diencerkan lagi dan harus
disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya jarang sampai 0,25
mg, kecuali pada hentl jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan tiap 5
menu. Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi
dalam keadaan darurat (0,3-0,5 mg).
Inhalasi epinefrin adalah larutan
tidak steril 1 % Epinefrin HCI atau 2% Epinefrin bitartrat dalam air
untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk menghilangkan
bronkokonstriksi.
Epinefrin teles mata adalah larutan 0,1-2% Epinefrin HCI, 0,5-2% Epinefrin borat dan 2% Epinefrin bitartrat.
ADRENERGIK LAIN
Di
sini akan dibicarakan bersama berbagai obat adrenergik yang lain. Obat
adrenergik yang termasuk katekolamin (epinefrin, norepinefrin,
Isopro-terenol, dopamin) pada umumnya menimbulkan efek adrenergik
melalui kerja langsung pada reseptor adrenergik.
Obat adrenergik
nonkatekolamin (amfetamin, efedrin, fenilefrin), efeknya sebagian
melalui penglepasan NE endogen, dan sebagian lagi akibat kerja langsung
pada reseptor adrenergik. Perbandingan antara kerja langsung dan kerja
tidak langsung pada berbagai nonkatekol¬amin sangat bervariasi,
tergantung dari obatnya, jaringannya, dan spesiesnya.
Karena efek NE
pada reseptor α dan β1 lebih nyata daripada efeknya pada reseptor β2,
maka nonkatekolamin yang kerjanya terutama melalui penglepasan NE juga
menunjukkan efek reseptor α dan efek jantung yang lebih nyata. Tetapi
karena banyak nonkatekolamin juga mempunyai kerja langsung pada reseptor
adrenergik, maka tergan¬tung pada sifat kerja langsung ini dan pada
perbandingannya terhadap kerja yang tidak langsung, non¬katekolamin
dapat saja mempunyai efek yang berbeda dari efek NE. Misalnya : efedrin
mempunyai efek β2 yang hampir tidak dipunyai NE; fenilefrin, yang
terutama bekerja langsung, tidak mempunyai efek β1 dari NE.
Berbeda
dengan katekolamin, kebanyakan nonkatekolamin dapat diberikan secara
oral, dan banyak di antaranya mempunyai masa kerja yang cukup lama. Hal
ini disebabkan selain oleh resistensi obat-obat ini terhadap COMT dan
MAO, juga karena diberikannya dalam jumlah yang relatif besar. Berbeda
dengan katekolamin yang sukar sekali melewati sawar darah-otak,
fenilisopropilamin (amfetamin dan metamietamin) melewatinya dengan mudah
dan ditemukan dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis dalam
kadar yang tinggi. Hal Ini merupakan salah satu sebab bagi efek
sentralnya yang relatif kuat.
Penderita yang sedang diobati dengan
penghambat MAO tidak boleh diberi nonkatekolamin atau makan makanan yang
beragi, seperti keju, bir dan anggur. Makanan beragi mengandung banyak
tiramin yang biasanya dirusak oleh MAO di dinding usus dan hati sehingga
tidak pernah mencapai sirkulasi sistemik. Dengan adanya penghambat MAO,
tiramin dalam jumlah besar mencapai sirkulasi sis-temik dan melepaskan
NE yang sama banyaknya dari ujung saraf adrenergik, akibatnya dapat
terjadi krisis hipertensl. Obat adrenergik yang resisten ter¬hadap MAO
sekalipun jangan diberikan bersama penghambat MAO karena yang terakhir
ini akan memperkuat efek NE endogen yang dilepaskan oleh obat tadi.
Efedrin.
Efedrin
adalah alkoloid yang terdapat dalam tubuhan jenis Efedra. Efek
farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek epinefrin. Perbedaannya
ialah bahwa efedrin efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh
lebih panjang, efek sentralnya lebih kuat, tetapi dipelrukan dosis yang
jauh lebih besar daripada dosis Epinefrin.
Seperti halnya dengan
Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, β1 dan β2. Efek perifer
efedrin melalui kerja langsung dan melalui pengelepasan NE endogen.
Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takfilaksis terhadap efek
perifernya. Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam
klinik.
Efek kardiovakskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi
berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat,
dan biasanya juga tekanan diastolik, sehingga tekanan nadi membesar.
Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi,
tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak
berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah.
Aliran darah ginjal dan viseral berkurang, sedangkan aliran darah
koroner, totak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin,
penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin.
Bronkorelaksasi
oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada oleh
Epinefrin. Penetesan larutan efedrin pada mata menimbulkan midriasi.
Refleks cahaya, daya akomodasi, dan tekanan intraokular tidak berubah.
Aktivitas uterus biasanya dikurangi oleh efedrin; efek ini dapat di
manfaatkan pada dismenore.
Efedrin kurang efektif dalam meningkatkan
kadar gula darah dibandingkan dengan Epinefrin. Efek sentral efedrin
menyerupai efek amfetamin tetapi lebih lemah.
Efek samping pada
penggunaan efedrin serupa dengan efek samping epinefrin, dengan tambahan
efek sentral efedrin. Insomnia, yang sering terjadi pada pengobatan
kronik, mudah di atasi dengan pemberian sedatif. Perhatian pada
penggunaan obat ini sama dengan pada epinefrinnefrin dan amfetamin.
Hipotensi
yang menyebabkan perfusiorgan-organ vital tidak mencukupi dan bukan
karena perdarahan, merupakan indikasi penggunaan obat adrenergik yang
kerjanya terutama pada reseptor α. Misalnya, untuk hipotensi akibat
dosis berlebih obat anthipertensi, atau untukhipotensi selama anestesia
spinal yang mengganggu aktivasi spimpatis. Untuk tujuan ini dugunakan
metoksamin, fenilefrin, mefentermin atau metaraminol IV atau infus yang
dititrasi sesuai dengan tekanan darah penderita.
Untuk hipotensi
karena anestesia umum dengan siklolpropan, halotan, atau anestetik lain
yang menimbulkan sensitisasi jantung terhadap aritemia oleh amin
simpatomimetik, harus dipilih obat adrenergik yang hampir tidak
mempunyai khasiat stimulasi jantung seperti metoksamin. Fenilefrin, yang
mempunyai khasiat stimulasi jantung yang lemah, juga dapat menimbulkan
aritmia ventrikuler.
Hipotensi akibat perdarahan akut dapat diobati
secara darurat dengan obat adrenergik. Kenaikan tekanan darah diperlukan
untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan jantung sementara
menunggu tindakan untuk menambah volume darah.
Pada hipotensi
pastural kronik akibat gangguan fugnsi sistem saraf otonom, dapat
diberikan pengobatan oral dengan efedrin atau vasopresor adrenergik lain
yang kerjanya panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar